Sabtu, 14 Juni 2014

sikap untuk bangsaku

 sikap untuk bangsaku


Kini setelah mendapat pesetujuan dari keluarga. Ryan sekarang tercatat sebagai salah satu mahasiswa di universitas negeri terbaik di Jakarta Fakultas Hukum. Sejak dulu Ryan memang sudah memimpikan untuk bisa menyandang gelar sarjana hukum, sama seperti sahabatnya Arif yang sekarang juga mengambil jurusan hukum.

 Bedanya adalah Arif berada di bawah naungan salah satu Universitas terbaik di Inggris. Meskipun sekarang mereka terpisah oleh jarak yang cukup jauh, namun intensitas komunikasi mereka tetap berjalan terus. Maklumlah, kedua orang ini memang sudah begitu dekat sejak kecil. Namun kali ini mereka harus terpisah sejenak untuk mimpi mereka masing-masing.

Setiap hari, Ryan menjalani rutinitas perkuliahan yang begitu padat. Panas Ibukota yang selalu sama dan tak bisa diajak kompromi itu, serta macetnya jalan tak membuat Ryan untuk mengeluh mengendarai sepeda motornya menuju kampus. Kali ini dia berangkat berboncengan dengan salah satu kerabat kelasnya Adit

. Anak muda seperti Ryan dan Adit memang sedang asyik-asyiknya kuliah. Apalagi Ryan terbilang aktif mengikuti kegiatan dan banyak mengikuti organisasi di kampus. Namun Ryan begitu senang, karena memang untuk itulah kita hidup, untuk berkarya. Kita masih muda kawan.
Lampu merah, dan sebagai pengendara yang baik, Ryan mematuhi aturan yang ada.

 Dia tak mau hanya karena memburu waktu untuk segera tiba ke kampus harus melanggar aturan yang ada, mungkin saja dia tidak akan rugi karena bisa segera tiba dengan cepat. Tapi resikonya adalah dia bisa merugikan pengendara yang lain akibat ulahnya itu. Hal yang besar pada dasarnya bermula dari pelanggaran kecil.
“Mas, minta uangnya mas” seorang anak kecil tiba-tiba datang menghampiri Ryan dengan tatapan dan suara memelas. Hal itu membuatnya miris. Namun tak ada balasan dari sapaan anak kecil itu. Ryan hanya melambaikan tangan kosong. Sebuah isyarat bahwa dia tidak akan memberikan apa-apa dan menyuruhnya segera pergi.
“Ryan, beri uang seribuan aja, kasihan” suara Adit tampak menyuruh dari belakang.
“Aku bukannya anti beramal dit, tapi ini masalah ideologi dan karakter bangsa kita kelak. Untuk memberikan uang pada pengamen terkhusus kepada anak-anak kecil di jalanan seperti itu adalah sebuah kesalahan. Dengan mudahnya kita memberikan uang, mereka akan mengira mencari uang itu adalah hal yang gampang dan tidak perlu perjuangan. Cukup minta sana-sini, maka uang akan muncul sendiri. Jika mental itu terbawa sampai mereka dewasa, bukankah negeri ini akan semakin terpuruk?” jawab Ryan dengan lantang sambil meneruskan perjalanan mereka.
“Iya benar sih. Makin miris juga setiap hari melihat makin banyak anak-anak yang mengemis di jalanan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar